Selasa, 28 Februari 2017

Upacara Bayuh Oton di Bali

Upacara Bayuh Oton

Atau Ruwatan Menurut Kelahiran



1. Pengertian

Bayuh oton adalah upacara menurut kelahiran untuk menetralisir pengaruh-pengaruh yang tidak baik yang ada pada diri manusia.

Bayuh adalah kata yang sejenis dengan kata dayuh. Ayuh dalam bahasa bali artinya sejuk. Bayuh dimaksudkan menyejukkan diri manusia dari hal-hal yang bersifat keras atau panas kelahirannya. Menyejukkan juga berarti menetralisir. Sedangkan kata Ruwatan berasal dari kata ruwat yang berarti menyucikan, namun kemudian berarti menetralisir pengaruh-pengaruh jahat misalnya ruwat sudhamala. Sahadewa meruwat betari Durga dengan cara membunuhnya lalu betari Durga “Somya” kembali menjadi Uma dan dalam hal ini ruwat lebih mengacu pada peleburan. Baik ruwatan atau bayuh selalu mempergunakan jenis upakara yang di Bali disebut bebanten sedangkan di Jawa disebut sesajen. Bebanten atau sesaji disamping berfungsi sebagai hidangan kehadapan Bhatara Kala juga mempunyai arti yang sangat dalam bernilai magis. Dalam upacara bayuh atau Ruwatan selalu dilengkapi dengan “Penglukatan” yang berfungsi pembersihan secara spiritual. Dengan demikian bayuh atau ruwatan lebih mengarah pada arti penyucian atau pembersihan.



2. Jenis Upakara

Dari 167 jenis ruwatan yang ada di Jawa jenis upakaranya memang telah dibakukan dan harus diselesaikan oleh seorang dalang yang ahli ruwat dan harus disertai dengan penggelaran wayang dengan lakon “Bhatara Kala”. Adapun jenis upakara saji yang diperlukan antara lain : gecok, mentah mateng, lele sejodo, tumpeng pucuk mas, ingkung, opor, abon-abon, sego golong, panggang ingkung, tukon pasa pisang pulut, jenang (merah, putih, kuning, hitam, baro-baro, pliringan, kalangan), pondok tetel, tumpeng janganan, tumpeng robyong, ambeng asahan, rasukan sapengadeg, mori, cencengan pitik sejodo, gagar, mayang, jarik poleng, gadung mlati, pandan binetot, bangun tulak, sindur tumbar pecah, cara apmil gading.

Berdasarkan wuku kelahiran bagi si anak sesaji di atas perlu dilengkapi dengan beberapa jenis-jenis lagi yang berfungsi sebagai penolak bala (pengaruh yang tidak baik). Sesaji ini berbeda satu dengan yang lainnya sesuai dengan wuku kelahirannya.

Sinta : Sesaji penolak balanya meliputi sedekah nasi pulen dari beras sepitrah, pindang daging kerbau seharga 2 keteng dengan tidak menawar, selawat empat keteng, doa penolak bala.

Landep : Sesaji penolak balanya meliputi bersedekah nasi tumpeng dari beras sepitrah, daging menjangan dikalak, digecok, dibakar, selawat empat keteng doa kabula.

Wukir : Penolak balanya meliputi bersedekah nasi uduk dari beras sepitrah, ayam putih diopor bulat, sayuran lima macam, selawat empat keteng, doa rajukna.

Kulantir : Penolak balanya meliputi bersedekah nasi tumpeng dari beras sepitrah, ayam lurik dipecal, selawat tujuh keteng, doa rajukna dan pina.

Tolu : Penolak balanya meliputi bersedekah nasi uduk dari beras sepitrah, opor ayam bulat, selawat tiga keteng, doa kabula.

Gumbreg : Penolak balanya meliputi bersedekah nasi pulen, pindang ayam berumbun, sayuran sembilan macam, selawat empat keteng, doa rajukara.

Wariga alit : Bersedekah nasi urab dari beras sepitrah, gecko, daging kerbau ranjapan, selawat empat keteng, doa tolak bala.

Wariga agung : Bersedekah nasi uduk dari beras, sepitrah, bebek dimasak opor, sayuran lima macam, selawat lima keteng, doa rasul.

Julungwangi : Bersedekah nasi pulen dari beras sepitrah, ayam berumbun, tindih uang 8 setengah sen, selawat kucing, doa tolak bala.

Sungsang : Bersedekah nasi megana (kebuli) dan tumpeng dari beras 2 pitrah, ayam dan bebek dimasak sekehendaknya, sayur sembilan macam dicampurkan dalam tumpeng, selawat 10 keteng, doa kabula.

Galungan : Sesaji penolak balanya meliputi bersedekah nasi dari beras sepitrah, daging kambing, doa selama pina.

Kuningan : Sesaji penolak balanya meliputi nasi kuning dari beras sepitrah, goreng daging kerbau ranjapan, selawat uang baru 11 keteng, doa kabula.

Langkir : Sesaji penolak balanya meliputi bersedekah nasi uduk dari beras sepitrah, daging kambing dan ikan dimasak opor, sayuran macam-macam yang lengkap selawat 5 keteng, doa selamet pina.

Mandasia : Sesaji penolak balanya meliputi bersedekah nasi merah dari beras sepitrah, sayur bayam merah, pindang ayam yang berbulu merah, mong-mongan bungan setaman yang merah, selawat yang baru yang masih merah 40 keteng, doa selamat pina.

Julungpujud : Sesaji penolak balanya meliputi bersedekah nasi tumpeng dari beras sepitrah, panggang ayam merah, sayuran 9 macam, selawat 30 keteng, doa bala seribu dan kunut.

Pahang : Sesaji penolak balanya meliputi bersedekah nasi uduk dari beras sepitrah, opor ayam bulat yang bulunya satu warna, sayuran 11 macam, selawat 9 keteng, doa rasul.

Kuruwelut : Sesaji penolak balanya meliputi bersedekah sayuran macam-macam jajan pasar, bunga boreh, tindihaung sejodoh, doa tawil.

Mrakeh : Sesaji penolak balanya meliputi bersedekah nasi uduk, opor ayam bulat yang bulunya semaca, ketan uli macam-macam selawat 100 keteng, doa tulak bala.

Tambir : Sesaji penolak balanya meliputi bersedekah nasi pulen dari beras sepitrah, pindang dan bebek, kuah merah dan putih, timun matang 25 biji, selawat pisau raut baja dan satu jarum, doa selamat pina.

Medangkungan : Sesaji penolak balanya meliputi bersedekah nasi dari sepitrah, goreng ayam bulunya biring kuning berumbun, bubur merah, selawat 5 keteng, doa umur.

Matal : Sesaji penolak balanya meliputi bersedekah nasi uduk, ayam dan bebek dimasak opor dan pindang bulat-bulat, selawat 4 keteng, hajatnya menghormat Nabi Mohamad s.a.w. doa rasul.

Wuye : Sesaji penolak balanya meliputi bersedekah jajan pasar, seharga satak seawe (110) sen, yang dibeli lebih dahulu madu, buat selawat, doa tolak bala.

Menail : Sesaji penolak balanya meliputi nasi tanak dari beras sepitrah, ayam dan ikan, sayuran bermacam-macam, sambal goreng, selawat 8 keteng, doa tolak bala.

Prangbakat : Sesaji penolak balanya meliputibersedekah nasi tumpeng dari beras sepitrah, daging sapi dimasak manis, sayuran bermacam, selawat pacul, doa selawat pinang.

Bala : Sesaji penolak bala, bersedekah nasi tumpeng dan beras sepitrah, sayuran tujuh macam, panggang aya hitam, selawat 40 keteng, doa rajukna.

Wugu : Sesaji penolak bala, bersedekah nasi polan dari beras sepitrah ketan uli bermacam-macam jajan pasar, opor bebek sejodoh bulat-bulat, selawat 10 keteng doa selamat kabuluh.

Wayang : Sesaji penolak bala, bersedekah nasi tumpeng dari beras sepitrah, ayam dimasak apa saja. Bermacam-macam sayuran, selawat 40 keteng, doa selama umurana.

Kulawu : Sesaji penolak balanya meliputi bersedekah nasi golong dari beras sepitrah, ayam dan bebek yang berbulu merah, daging burung, semua itu dimasak apa saja, selawat 5 keteng, doa kabula.

Dukut : Sesaji penolak balanya meliputi bersedekah nasi tumpeng dari beras sepitrah panggang ayam berumbun putih, selawat 10 sen, doa selamat pina.

Watugunung : Sesasajian penolak balanya meliputi bersedekah nasi dari beras sapitrah, lauk-pauknya asam, dan pahit, buah-buahan, ketan uli, dodol yang lengkap, sayuran 7 macam, selawat 9 keteng, doa mubarak.

Demikianlah jenis sesaji yang diperlukan dalam upacara ruwatan di Jawa.



Upakara Bayuh Oton di Bali didasarkan atas ucap Lontar Wrespati Kalpa dan Lontar Beakala Wetoning Rare, yang didasarkan atas kelahiran Saptawara dan Pancawara.



Kutipannya adalah sebagai berikut :

Kelahiran Manusia Menurut Saptawara

Kutipan dari Wrehaspati Kalpa dan Prembon Jawa.



Minggu

Dewanya : Indra. Kalanya : Dorakala, Bhutanya : Catus pati. Kayunya : Kayu puti. Burungnya : Siyung. Wayangnya : Panji. Lintangnya : Tendas Marereng. Jenis penyakitnya : puruh, langu, gerah merapah, panes tis, lesu, ngibuk, tidak mau makan, korengan (borok), kegila-gilaan pekerjaannya. Kalau wanita bisa mati melahirkan. Minta dicarui disanggah kemulan, dengan sarana bebanten ; suci : 1 soroh, daging itik yang sudah bertelur, beras lima catu, uang 555, benang 5 tukel, telur 5 butir, pisang 5 ijas, kelapa 5 butir, semuanya menjadi 1 bakul, sesayut kesumajati 1 dulang dengan nasi putih, ayam putih sandeh sangkur mapanggang, mapecel dengan mica genten, mesesaur sekar putih, 5 katih. Airnya 5 mata air, tebasan dur manggala 1 unit, terayasita, pengambean, disertai peras 1 unit, dengan pujanya “Agnianglayang”. Panglukatan payuk 5 bungkul, ayamnya 2 sedapatnya pendetalah yang melukatnya. Perilaku anak yang lahir pada hari ini adalah : baiknya hanya dilahir saja.



Senin

Betara Wisnu. Kalanya : kala Jereng. Bhutanya : Wolu Kuma. Kayunya : Pule. Burungnya : Jangkung. Wayangnya : Togog. Mayanya : bulan. Lintangnya : Maga. Jenis penyakitnya : parang, borok, koreng, anyang-anyangan, sula, puruh, gendeng-gendengan, ayan, nyakitang awak, ibuk. Matinya kalau laki mati mimpi. Kalau istri matinya : tiwang. Patut dengan sarana beras 4 catu, kelapa 5 bungkul, telur 4 butir, benang 4 tukel, pisang 4 ijas, uang 444 menjadi 1 bakul. Penglukatan payuk 4 butir dengan air 4 mata air, sayut sita rengep 1 dulang dengan nasiireng, dengan pucak bunga teleng biru, dagingnya ayam brumbun dipanggang, mapecel mica genten, ayam dipotong-potong digoreng kuncup, lalu diperas, suci 1 unit, dengan daging itik telah pernah bertelur dipersembahkan kehadapan dewa matahari. Berikutnya prayascita, durmanggala dan melukat disanggah kemulan. Yang melakukan semestinya orang pandita. Prilaku anak : bagus segala yang dikerjakan.



Selasa

Betara Ludra. Kalanya : Durgha. Bhutanya : Banaspati raja. Mayanya : Luang. Wayangnya : Cupak. Lintangnya : Sida mulung. Sakitnya : batuk cekekehan, koreng bengkeng, beku, peceng, rumpuh, doyan bebotoh, sakit perut. Patut dicarui di kemulan. Sarananya : beras 3 catu, benang 3 tukel, kelapa 3 butir, telur 3 butir, pisang 3 ijas, uang 333 menjadi satu bakul. Dilengkapi dengan sesayut wirakusuma 1 dulang, dengan nasi merah kekuning-kuningan, dagingnya ayam bihing kuning dipanggang, lalu dipotong-potong digoreng lalu dipolakan bangun urip, dipucuki samsam landep, bunga tiga jenis, suci peras 1 unit, dipersembahkan ke surya. Disertai panglukatan dengan periuk 3 butir dan air mata air tiga jenis. Celakanya kalau tidak dicarui akan mati jatuh, kalau wanita bisa mati tenggelam dan menikam diri. Prilakunya : tidak gampang dipercaya.



Rabu

Dewanya : Bjetari Uma. Kalanya : Anggapati. Bhutanya Wulu Kumba, Wayangnya : wirun. Mayanya : Pertiwi. Kayunya : bunut. Burungnya : dara. Binatangnya : Lembu. Lintangnya : keris. Penyakitnya : badanya luka, digemari santet, koreng rasa, kematiannya dalam perangm termasuk yang laki dan perempuan. Diminta dicarui dengan sarana : beras 7 catu, telur 7 butir, kelapa 7 butir, pisang 7 ijas, benang 7 tukel, uang 777, menjadi satu bakul. Sesayut purna sukha 1 dulang, nasi kuning, masaur samsan dalina wanta. Dagingnya ayam putih kuning dipanggang, diperesi dengan tebu ratu. Sekar putih 7 kuncup Sudamala. Suci satu soroh. Prayascita satu unit, durmanggala satu unit. Daging suci itik yang telah pernah bertelur, peras, bayuan. Penglukatan dengan periuk 7 dan air 7 mata ir. Prilaku anak ini pantas segala yang dikerjakan.



Kamis

Dewanya : Bhatara Guru. Kalanya : Anggapati. Bhutanya : Wulu Singa. Tarunya : Waringin Burungnya : Merak. Wayangnya : Semar. Mayanya : Pertiwi. Lintangnya : malaning wuku. Penyakitnya : sakit perut, tuju (rematik), sakit ancak-ancuk, lesu, kalener, pincang, lumpuh, gila. Patut dicarui dengan sarana beras 8 catu, kelapa 8 butir, telur 8 butir, pisang 8 ijas, benang 8 tukel, uang 8888. Sesayut kesuma ganda wait dengan nasi dadu, ayam berumbun. Prayascita durmanggala. Harus melukat dengan air dan mata air bertempat pada periuk 8 biji, bantennya dilengkapi suci 1 soroh dengan daging itik yang telah pernah bertelur. Peras 1 unit dengan ayam panggang kalau tidak dicaruni bisa mendapat bencana. Kalau tidak ayan, mati hanyut, mati terkubur, tanah longsor. Perilaku anak yang lahir pada waktu ini suka memikir.



Jumat

Dewanya : Bhatara Sri. Kalanya : kala jerang. Bhutanya : Wuluasu. Tarunya : ancak. Burungnya : Titiran. Wayangnya : Sangut. Mayanya : Yeh. Lintangnya : Kerebutan. Penyakitnya : sakit badan, kesemutan, ancak-ancuk, polor, kepek, sakit prana, gerah merapah, ebuk, digalaki oleh binatang, ngreges. Bahayanya : disenggot oleh sapi. Patut dicarui : dengan sarana sebagai berikut : beras 6 tukel, sesayutnya : liwet raja kiru, adulang, nasinya aru candana, mapucak tuleng biru, dagingnya ayam kelawu panggang, bunga cempaka kuning 6 kuncup, dilengkapi suci 1 unit dengan daging itik yang sudah bertelur, dipersembahkan kesurya tebasan prayascita dan durmanggala, penglukatan air klebutan dengan priuk 6 biji pelaksanaannya di Kamulan.



Sabtu

Dewanya : Durgha. Kalanya : Barong. Bhutanya : Raksasa. Tarunya : kepuh. Burungnya : Celepuk. Mayanya : Biyang Lalah. Wayangnya : Delem. Lintangnya : Rohika. Penyakitnya : sering nyakitan badan, sakit perut, kalenger, rematik, kepe, parang, kongkangan, kematiannya bisa mati tiwang, kalau wanita mati ngareges. Patut dicarui dengan sarana : beras 9 catu, telur 9 butir, kelapa 9 butir, pisang 9 ijas, benang 9 tukel, uang 999. Dijadikan satu bakul. Sesayut kasumayuddha, nasi merah bercampur kuning, daging ayam biying kuning panggang, masaur mapecel mica genten, samsam bunga kwanta, peresin tebu ireng. Kwangen, sampiannya andong, bunga sembilan kuncup, dipersembahkan di surya suci satu soroh daging bebek yang bertelur, pesertanya banten peras, bayuan prayascita, durmanggala. Malukat periuknya 9 biji air 9 jenis kelebutan. Pendeta patut melukatnya. Prilaku anak yang lahir pada hari ini : suka memuji barang bagus.



Kelahiran Anak Menurut Pancawara

( Dikutip dari Wrehaspati Kalpa)



Kliwon

Dewanya : wiku janmaya ; Bhujangga anga. Turunannya : Bhatara Guru, Uma dan Siva. Widyadharinya : Tunjung Biru. Widydharmanya : Wang Bang Sang Srigati. Prarenanya : babu kere. Bapanya : bapa krapah. Waktu kambuh penyakitnya : bisa umiri (magaang), lumaku kumareb (belajar berjalan), apalayon (bisa bermain), masa remaja, menginjak usia kawin. Penebusnya : penek agung 1, dagingnya ayam berumbun panggang, gerih getem, soring penek uang 88, buah-buahan, godoh tumpi, tebusannya anut pancawara, sedeh, segeh liwet bertempat pada pinggan. Dagingnya sawung belum bertelur, kuluman, dangdang udung, jangan pepeingasem, sambel tan tinarasem, tebus mancawara, tumpeng agung, pupuknya waringin. Prilaku pandai berbicara dan mengarang.



Umanis

Dewa: Iswara, Bhatari Saci, Bhatara Indra. Widyadharinya : Sang Kusumba. Widyadharanya : Sang Wanangajuja. Prarenanya : babunora, babuani. Bapanya : Citragota. Waktu kambuh penyakitnya : ketika bisa magaang, bisa duduk, bisa bermain, masa remaja, masa perkawinan. Tatebusannya : penek agung 1, dagingnya ayam putih dipanggang, dibawah peneknya uang 55, buah-buahan, godoh tumpi, tetebus sedah 5 dan segehan lewet bertempat pada pinggan, dagingnya babi dengan harga 55, tetebusannya putih, pupuknya teleng putih. Prilakunya : menguasai, harus dapat mengerjakan sesuatu.



Paing

Dewanya : Bhatara Yama, Bhatari Yami dan BHatara Brahma. Widyadharinya : Nilotama. Widyadharanya : Wangbang Wenaja. Prarenanya : Babunoro-babuadi. Bapanya : Citrarahmi. Masa kambuh pebnyakitnya : bisa lumangkang, bisa jongkok, bisa bercelana, bisa bekerja, masa kawin. Carunya : penek agung 1 daging ayam bihing dipanggang, balung gegending, dibawah penek uang 99, buah-buahan, godoh tumpi, tatebus sedah 9, sega liwet mewadah pinggan, dagingnya babi harga 99, sayuran : kekarahinasem, pupiknya janggitan, prilaku : sua kepada kepunyaan orang lain, suka kepada barang apa saja yang dilihat.



Pon

Dewanya : Mahadewa. Kambuh penyakitnya : masa berkedepnya kuku, lumangkang, bisa bercawat, masa kawin. Tatebusannya : penek agung, daging ayam putih kuning dipanggang, sayurnya : usus diolah, dibawah penek uang 77, buah-buahan, godoh tumpi, sega liwet bertempat pada pinggan, daging babi harga 77 diolah, tetebusan benang kuning. Prilaku : suka memperhatikan kekayaan.



Wage

Dewanya : Wisnu. Widyadharanya : tunjung biru, Widyadharanya : wang bang walpita, babunya babu gidel-babu pangguh, masa kambuh penyakitnya : ketika mas lumangkang, bisa duduk bisa jalan-jalan, bisa berpakaian, masa remaja. Banten tebusannya : tumpeng gurih atungutung ireng, daging ayam ireng dipanggang, dibawah penek uang 44, buah-buahan, godoh tumpi, sega liwet mewadah pinggan, dagingnya babi seharga 44, pupuknya : bungan jangitan, sebut kala Prayoni. Prilakunya : tetap atau keras hati.

Contoh penggunaannya. Misalnya seorang anak lahir pada Redite Umanis.

Untuk Radite Umanis Upakara yang diperlukan :

- Suci satu sirih dengan daging itik yang telah bertelur.

- Beras lima catu, uang 555 kepeng, benang 5 tukel, telur 5 butir, pisang 5 ijas, kelapa 5 butir, semua menjadi 1 bakul.

- Sesayut kusumajati, satu dulang.

- Nasi putih, ayam putih, sandeh sangkur panggang, mapecel dengan mica.

- Ginten sesaur sekar putih 5 katih

- Airnya 5 mata air

- Tebasan mata air

- Tebasan Durmanggala 1 unit.

- Prayascita.

- Pengambeyan.

- Peras 1 unit.

Banten untuk lahir hari umanis :

Banten tatebus penek agung satu dagingnya ayam putih di panggang. Dibawah penek uang 55 kepeng, buah-buahan, godoh tumpi. Tatebus sedah 5 biji, dan segehan liwet bertempat pada pinggan, dagingnya babi dengan harga 55. Tebusnya putih, pupuknya teleng putih.

Demikian juga hari-hari lain dapat dipetik dari kutipan di atas.

- Upasaksi kehadapan Ida Hyang Widhi, Sang Hyang Surya dan Bhatara Kawitan.

- Abya kala, Prayascita-Durmenggala bagi anak yang telah tanggal gigi.

- Mengaturkan banten, mohon penglukatan, mempersembahkan banten tebasan.

- Melabaan sang anak mohon labaan yang telah disediakan.



D. Bayuh Oton Bagi Yang Lahir Pada Wuku Wayang



Bagi anak yang lahir pada wuku Wayang diberkan bayuh oton yang khusus, sebab anak tersebut dianggap “salah wadi” atau yang lahir salah, sesuai dengan nama wuku. Menurut methologi Kalapurna anak ini dapat disantap oleh Bhatara Kala. Untuk menghindarinya perlu dibayuh dengan Penglukatan Sang Mpu Leger, yakni penglukatan dengan sarana “tirta” wayang. Adanya upacara bayuh oton khusus ini berdasarkan atas methologi kala purana yang ceritanya sebagai berikut :

Tersebutlah Bhatara Siva berputra dua yaitu Bhatara Kala dan Dewa Kumara. Pada suatu ketika Bhatara Kala yang bertabiat seperti raksasa bertanya kepada ayahandanya, menanyakan siapa saja yang boleh disantapnya. Siva menjelaskan bahwa yang boleh disantap adalah bila ada orang yang berjalan tepat tengah hari yang lahir pada wuku wayang. Setelah mendengar hal itu Bhatara Kala teringat bahwa adiknya, Dewa Kumara lahir pada hari Sabtu Kliwon wuku Wayang. Oleh karena itu ia ingin menyantapnya, tetapi dilarang oleh Bhatara Siva dengan alasan adiknya masih terlalu kecil. Setelah beberapa lama, datang lagi Bhatara Kala mohon adiknya agar bisa disantapnya, namun sebelumnya Siva telah menyuruh dewa Kumara lari ke bumi. Untuk menghalangi tertangkapnya Dewa Kumara, Siva dan Bhatari Uma dengan mengendarai lembu putih turun. Ia ke dunia tepat tengah hari. Kalapun dihadangnya, melihat hal ini Siva pun mau disantap namun Siva berkelit melalui teka-teki yang harus dikupas. Kalau ia berhasil boleh menyantap-Nya. Akhirnya Kala pun tak berhasil mengupas teka-teki itu dan tambahan lagi matahari telah condong ke barat. Sementara itu Dewa Kumara telah jauh larinya. Dengan sangat geramnya Bhatara Kala mengejarnya. Karena kepepet Dewa Kumara bersembunyi pada onggokan sampah. Kala menerkamnya, dan Kumara pun berlari lagi. Lalu Kala mengutuk orang yang membuang sampah sembarangan agar kena penyakit menular, sembari mengejar lagi Dewa Kumara, kemudian Ia bersembunyi pada tungku api di dapur orang. Dewa kala melihatnya. Lalu mengambil dari tungku kanan. Kumarapun keluar melalui tungku kiri. Dan Kumara terlepas dari terkamannya. Dewa Kala lagi-lagi mengutuk orang, agar siapa saja yang tidak menutup tungku bila memasak agar kebakaran. Sementara itu Dewa Kumara telah berlalu jauh, dan bertemu dengan pergelaran wayang. Dengan sedihnya Ia mohon belas kasihan Ki Dalang agar sudi menyembunyikan dirinya. Ki Dalang belas kasihan, lalu menyuruh Dewa Kumara masuk pada gender bungbung gendernya. Dewa Kumara sangat gembira mengikuti pertunjuk Ki Dalang. Sementara Dewa Kala pun tiba. Ia melihat pajangan banten. Karena ia lapar, lalu ia menyantap habis bebanten itu. Kemudian setelah kenyang lalu ia bertanya kepada Ki Dalang. Di mana Dewa Kumara itu berada. Dengan tenang Ki Dalang menjawab dan menjelaskan bahwa Dewa Kumara ada pada perlindungannya. Bilamana Dewa Kala dapat mengembalikan banten itu dengan utuh, Dewa Kumara akan diserahkan. Kalau tidak Dewa Kumara tidak boleh disantap. Tentu saja Dewa Kala tak bisa mengembalikan dan menyerah. Dewa Kumara lalu dipulangkan ke sorga. Ki Dalang dan Dewa Kala bercakap-cakap dan mengadakan kesepakatan. Bilamana ada orang yang lahir pada Wuku Wayang dan tidak dilukat dengan panglukatan Mpu Leger boleh disantap oleh Dewa Kala. Dewa Kala pun menjadi senang.



Jenis Upakara

Bayuh oton bagi yang lahir pada Wuku Wayang memerlukan jenis upakara yang jauh lebih besar dan harus nanggap Wayang serta diselesaikan oleh Dalang yang ahli untuk itu. Dalam ini disebut Sang Mpu Leger. Pergelaran Wayang yang dilakukan adalah mengambil cerita “Bhatara Kala”.

Adapun jenis Upakara bebanten yang diperlukan terdiri dari :

- Mendirikan sanggah tutuan, dengan persembahan suci 2 soroh.

- Dibawahnya 1 soroh bebangkit lengkap dengan guling dan gelar sanga.

- Satu unit Caru Panca Sato.

- Banten Tebasan bagi yang dibayuh

- Mendirikan laapan sudut tiga. Dengan mempersembahkan suci 1 soroh, sesantun 1. Uang kepeng. Sebuah penek putih lima buah. Dengan daging ayam putih.

- Sebuah sanggah cucuk tiga buah ditempatkan pada batas kelir wayang 2, dengan lamak gantung-gantungan, banten dananan, kembang payas, lenge wangi, burat wangi.

- Banten untuk wayang ; suci 1 sorong dengan dagingnya itik.

- Satu pulo gembal, sekar taman, canang pajegan, canang pengraos.

- Sesantun serba empat, uang kepeng 1.700.

- Peras, penyenang, segahan agung ditempatkan pada sebuah dulang, dagingnya betutu.

- Tirta penglukatan Sang Mpu Leger ditempatkan pada Sangku Sudamala beralaskan beras, benang, uang kepeng 225.

- Bunga 11 warna, duri-duri, sam-sam, wija kuning.



Jalannya Upacara

1. Mempersembahkan upasaksi kehadapan Hyang Siva Raditya melalui Sanggah Tutuan. Yang didahului dengan melakukan bumi sudha/pecaruan.

2. Dilanjutkan dengan mempersembahkan bebangkit kehadapan Catur Dewi dengan gelar sanga kehadapan Butakala.

3. Ki Mangku Dalang menggelar wayangnya dengan lakon Bhatara Kala.

4. Menyelenggarakan pelukatan Sang Mpu Leger terhadap anak yang dibayuh.

5. Diakhiri dengan natap dapetan bagi anak yang dibayuh.

Demikianlah jalannya upacara Bayuh Oton bagi anak yang lahir Wuku Wayang.

 "Di kutip dari berbagai sumber"

Sekarang Lagi Marak Mati Salah Pati dan Ngulah Pati di Bali

Mati Salah Pati dan Ngulah Pati

Mati Salah Pati dan Ngulah Pati

PERTANYAAN:
Menurut dharma sabha para Sulinggih, mati salah pati, ngulah pati, sampun kepatehang mekadi mati biasa. Pertanyaan:
1. Dwaning sampun wenten siaran asapunika, napi dados yening wenten anak mati salah pati/ ngulah pati nenten ngemargiang meseh lawang.
2. Sapunapi, utawi wenten tata cara mangda nenten terus menerus keni ala mati salah pati/ ulah pati, dwaning titiang maduwe kakilitan sampun wenten petang diri sane mati salah pati: kekalih rerame uwa, asiki misan, asiki pianak, matinnyane: kelebu di pasih, majukut ring carik, kabedil ring alase, lan mati sirep di proyek.
JAWABAN:
1. Yang dimaksud dengan mati salah pati adalah mati yang tidak terduga-duga karena kecelakaan atau di sarap macan, buaya, disenggot sampi, digigit ular, dibunuh, dll. Yang dimaksud mati ngulah pati adalah mati karena bunuh diri.
Berdasarkan hasil pesamuhan Agung Para Sulinggih dan Walaka di Campuhan, Ubud, tanggal 21 Oktober 1961, dapat diupacarai sebagai orang mati biasa (karena sakit) hanya ditambah dengan upacara panebusan.
Ini merupakan reformasi atas Lontar: “Yama Purwa Tattwa Atma” yang menyatakan:
… YAN MATI SALAH PATI, TELUNG TIBAN WENANG PRATEKA, YAN NORA PRATEKA, WENANG ANGADEG SAMAYA;
YAN ANGALIH PATI LIMANG TIBAN WENANG PRETEKA;
YAN ATURU, MATI ATIMPUH, MATI ANGADEG, SININGOTING BANTENG, PITUNG TIBAN WENANG PRETEKA, YAN NORA PRATEKA WENANG ANGADEG SAMAYA;
YAN MATI NYUWANG SOMAH ANAK, LIMOLAS TIBAN WENANG PRETEKA, YAN NORA PRATEKA WENANG ANGADEG SAMAYA;
SEMALIH YAN HANA WANG NGEMADUWANG MUWANI, TEKANING PATINYA, TELUNG DASA TIBAN NANGGU TELUNG TIBAN WENANG PRETEKA …

Jadi kesimpulannya bahwa untuk mati salah pati dan ngulah pati dapat diupacarai sebagai mati biasa dengan syarat ditambah beberapa upacara panebusan yaitu di: perempatan jalan Desa, di tempat kejadian, dan di cangkem setra, lalu ketiga pejati penebusan disatukan dengan sawa baik bila mapendem maupun bila segera di-aben.
Upacara meseh lawang merupakan loka dresta yang dipandang perlu untuk melengkapi upacara panebusan itu namun berbeda-beda pelaksanaannya; ada yang melaksanakan pada saat 42 hari setelah ditanam , dan ada yang melaksanakan pada saat pengabenan.
2. Kematian dan cara mati seseorang sudah diperjanjikan jauh ketika Sang Atma belum reinkarnasi (lahir kembali menjadi manusia) yaitu ketika Sang Atma menghadap kepada Hyang Wisesa (Ida Sanghyang Widi Wasa).
Oleh karena itu maka menurut Lontar “Puja Pengabenan” Sang Pandita yang memimpin upacara pengabenan berkewajiban menuntun Sang Atma dalam perjalanannya menghadap Hyang Wisesa dengan nasihat/ pitutur kepada Sang Atma ketika upacara Nyekah yang disebut “Puja Putru Saji Nyekah” antara lain berbunyi:
… LUMARIS TA KITA RING KADEWATAN, JUMUJUG PWA KITA RING KAHYANGANIRA HYANG WISESA, MWAH TINAKONAN PATINTA DE BETHARA HYANG WISESA, WARAHIN PATINTA, ELING RING SAMAYANTA … DST
… AYUWA LAWAS DENTA MANDADI DEWATA, PITUNG LEK PITUNG WENGI LAWASANTA MANGGE RING SWARGA, AREP PWA KITA TUMITIS ANJANMA, AYUWA KITA NYOLONG TUMITIS ANJANMA MANAWA KITA ANWAN PEJAH … DST
… AYUWA KITA ASEMAYA MATI KESARIK, SININGGOTING KEBO SAMPI, AYUWA KITA ASEMAYA MATI SINAWUTANING WUHAYA, SINAWUTANING ULA, AYUWA KITA ASEMAYA MATI SEDENG BISA PAPALAYON, SEDENG SAPANGANGON, SEDENG RUMAJA PUTRA, SEDENG APAPANGKAS, SEDENG ANUWUH TUWUH, MWAH AYUWA KITA SAMAYA MATI SAKALWIRING KAPANGAWEN, ANGULAH PATI, SALAH PATI, ASEMAYA KITA ANUTUGAKEN TUWUH …
Demikianlah bunyi Lontar yang digunakan oleh Sang Pandita yang bertanggung jawab; oleh karena itu sangatlah penting artinya untuk memilih Sulinggih Dwijati/ Pandita yang diminta untuk muput upacara ngaben.
Bila Putru tersebut tidak diucapkan atau salah diucapkan atau diucapkan oleh yang tidak berwenang, maka bisa menyesatkan Sang Atma sehingga terjadilah kematian-kematian yang tidak wajar tersebut.
Hukuman Mati, Salah Pati, Ngulah Pati

QUESTION:
Banyak berita-berita di media masa maupun elektronik menyajikan berita-berita kriminal dan sampai vonis mati. Yang ingin saya tanyakan adalah bagaimana sebenarnya pandangan agama Hindu terhadap hukuman mati, apakah ajaran Hindu membenarkan hukuman mati dan apakah ada sumber hukum Hindu yang mengatur semua itu?
Mengingat Hindu adalah menjunjung tinggi ajaran Ahimsa dan kasih sayang, apakah arwahnya nanti bisa reinkarnasi? Termasuk jenis kematian apa orang yang terkena hukuman mati tersebut apakah ulahpati atau salah pati?
ANSWER:
Hukuman mati tidak disebutkan secara tegas/ pasti dalam kitab-kitab hukum Hindu.
Dalam Manawa Dharmasastra Buku ke-XI (Atha Ekadaso dhyayah) bentuk-bentuk kesalahan/ kejahatan digolongkan pada upa-pataka (kesalahan/ kejahatan kecil) dan maha-pataka (kesalahan/ kejahatan besar). Kesalahan/ kejahatan itu harus “ditebus” dengan prayascita.
Yang dimaksud dengan prayascita adalah pensucian kembali roh/ atman, tidak hanya dengan upacara saja, tetapi juga dengan tapa-brata-yoga-samadhi, dan menjalani hukuman atas dasar kesadaran, dan pengakuan, serta terbukti sah telah berbuat kesalahan/ kejahatan.
Hanya pasal 74 yang sedikit mengkiaskan “hukuman mati” sebagai berikut:
LAKSYAM SASTRABHRITAM WA, SYADWIDUSAMISCHAYATMANAH, PRASYEDATMANAMAGNAN WA, SAMIDDHE TRIRAWAKSARAH
Artinya: Atau biarkan menurut kemauannya sendiri perlahan-lahan (suntik mati), menjadi sasaran panah (hukum tembak) dari para pemanah (eksekutor) yang mengetahui tujuan itu (yang bertugas) atau ia boleh terjun jungkir balik ke unggun api (kursi listrik?, kamar gas?)
Istilah: “salah pati” dan “ngulah pati” hanya ada dalam tradisi beragama Hindu di Bali. Oleh karena itu penetapannya tergantung dari kebijaksanaan dan anumana pramana Sulinggih yang “muput” upacara pitra yadnya itu.
Kalau pendapat saya pribadi, hukuman mati bagi seorang pemeluk Hindu-Bali, termasuk “ngulah pati”, karena dia sudah tahu sebelumnya bahwa perbuatannya jahat; jika kemudian terbukti bersalah akan mendapat sanksi hukuman mati dari Pengadilan.
Masalah roh/ atman dari orang yang dihukum mati, apakah akan amoring acintya (moksah) ataukah akan lahir kembali ke dunia (re-inkarnasi/ punarbhawa), tentunya kita tidak tahu karena masalah itu termasuk astaaiswarya “kehendak” Sanghyang Widhi yang Maha Kuasa.
Namun perlu diingat bahwa hukuman mati yang diputuskan oleh “manusia” karena dipandang “bersalah”, belum tentu dalam pertimbangan Sanghyang Widhi dia juga dianggap “bersalah”. Misalnya para korban kemelut politik, huru-hara, dll.
                                            Bhagawan dwija says:
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Om Swastyastu,
Salahpati artinya kematian yang salah. Dikatakan salah karena tidak mengikuti “proses” yang dalam Nibanda disebutkan hendaknya kematian manusia seperti kematian Panca Pandawa, yakni diawali oleh kematian Nakula-Sadewa (kaki), Bima (tenaga), Arjuna (suhu badan dan sinar mata), dan terakhir Dharmawangsa (Roh meninggalkan tubuh). Namun didalam kematian yang disengaja atau tak disengaja, urut-urutan kematian itu tidak terjadi, artinya langsung mati, misalnya mati karena kecelakaan.
Ada jenis mati yang juga tidak mengikuti proses seperti diatas, yakni mati bunuh diri. Ini disebut Ngulahpati. Ngulahpati artinya mencari mati dengan sengaja.
Baik salahpati maupun ngulahpati prosesi sebelum pitrayadnya didahului upacara ngulapin :1. Ditempat kejadian2. Di cangkem setra3. Di perempatan (catus-pata)Tujuannya :1. Mengingatkan roh bahwa “ia” sudah mati2. Mohon maaf/ampun kepada Dewa-Dewi karena terjadi kesalahan kematian seperti itu3. Berpamitan kepada Ida Bhatara di Kahyangan Tiga Desa Pakraman.
Om Santih, santih, santih, Om

 "Di kutip dari berbagai sumber"