Selasa, 28 Februari 2017

Sekarang Lagi Marak Mati Salah Pati dan Ngulah Pati di Bali

Mati Salah Pati dan Ngulah Pati

Mati Salah Pati dan Ngulah Pati

PERTANYAAN:
Menurut dharma sabha para Sulinggih, mati salah pati, ngulah pati, sampun kepatehang mekadi mati biasa. Pertanyaan:
1. Dwaning sampun wenten siaran asapunika, napi dados yening wenten anak mati salah pati/ ngulah pati nenten ngemargiang meseh lawang.
2. Sapunapi, utawi wenten tata cara mangda nenten terus menerus keni ala mati salah pati/ ulah pati, dwaning titiang maduwe kakilitan sampun wenten petang diri sane mati salah pati: kekalih rerame uwa, asiki misan, asiki pianak, matinnyane: kelebu di pasih, majukut ring carik, kabedil ring alase, lan mati sirep di proyek.
JAWABAN:
1. Yang dimaksud dengan mati salah pati adalah mati yang tidak terduga-duga karena kecelakaan atau di sarap macan, buaya, disenggot sampi, digigit ular, dibunuh, dll. Yang dimaksud mati ngulah pati adalah mati karena bunuh diri.
Berdasarkan hasil pesamuhan Agung Para Sulinggih dan Walaka di Campuhan, Ubud, tanggal 21 Oktober 1961, dapat diupacarai sebagai orang mati biasa (karena sakit) hanya ditambah dengan upacara panebusan.
Ini merupakan reformasi atas Lontar: “Yama Purwa Tattwa Atma” yang menyatakan:
… YAN MATI SALAH PATI, TELUNG TIBAN WENANG PRATEKA, YAN NORA PRATEKA, WENANG ANGADEG SAMAYA;
YAN ANGALIH PATI LIMANG TIBAN WENANG PRETEKA;
YAN ATURU, MATI ATIMPUH, MATI ANGADEG, SININGOTING BANTENG, PITUNG TIBAN WENANG PRETEKA, YAN NORA PRATEKA WENANG ANGADEG SAMAYA;
YAN MATI NYUWANG SOMAH ANAK, LIMOLAS TIBAN WENANG PRETEKA, YAN NORA PRATEKA WENANG ANGADEG SAMAYA;
SEMALIH YAN HANA WANG NGEMADUWANG MUWANI, TEKANING PATINYA, TELUNG DASA TIBAN NANGGU TELUNG TIBAN WENANG PRETEKA …

Jadi kesimpulannya bahwa untuk mati salah pati dan ngulah pati dapat diupacarai sebagai mati biasa dengan syarat ditambah beberapa upacara panebusan yaitu di: perempatan jalan Desa, di tempat kejadian, dan di cangkem setra, lalu ketiga pejati penebusan disatukan dengan sawa baik bila mapendem maupun bila segera di-aben.
Upacara meseh lawang merupakan loka dresta yang dipandang perlu untuk melengkapi upacara panebusan itu namun berbeda-beda pelaksanaannya; ada yang melaksanakan pada saat 42 hari setelah ditanam , dan ada yang melaksanakan pada saat pengabenan.
2. Kematian dan cara mati seseorang sudah diperjanjikan jauh ketika Sang Atma belum reinkarnasi (lahir kembali menjadi manusia) yaitu ketika Sang Atma menghadap kepada Hyang Wisesa (Ida Sanghyang Widi Wasa).
Oleh karena itu maka menurut Lontar “Puja Pengabenan” Sang Pandita yang memimpin upacara pengabenan berkewajiban menuntun Sang Atma dalam perjalanannya menghadap Hyang Wisesa dengan nasihat/ pitutur kepada Sang Atma ketika upacara Nyekah yang disebut “Puja Putru Saji Nyekah” antara lain berbunyi:
… LUMARIS TA KITA RING KADEWATAN, JUMUJUG PWA KITA RING KAHYANGANIRA HYANG WISESA, MWAH TINAKONAN PATINTA DE BETHARA HYANG WISESA, WARAHIN PATINTA, ELING RING SAMAYANTA … DST
… AYUWA LAWAS DENTA MANDADI DEWATA, PITUNG LEK PITUNG WENGI LAWASANTA MANGGE RING SWARGA, AREP PWA KITA TUMITIS ANJANMA, AYUWA KITA NYOLONG TUMITIS ANJANMA MANAWA KITA ANWAN PEJAH … DST
… AYUWA KITA ASEMAYA MATI KESARIK, SININGGOTING KEBO SAMPI, AYUWA KITA ASEMAYA MATI SINAWUTANING WUHAYA, SINAWUTANING ULA, AYUWA KITA ASEMAYA MATI SEDENG BISA PAPALAYON, SEDENG SAPANGANGON, SEDENG RUMAJA PUTRA, SEDENG APAPANGKAS, SEDENG ANUWUH TUWUH, MWAH AYUWA KITA SAMAYA MATI SAKALWIRING KAPANGAWEN, ANGULAH PATI, SALAH PATI, ASEMAYA KITA ANUTUGAKEN TUWUH …
Demikianlah bunyi Lontar yang digunakan oleh Sang Pandita yang bertanggung jawab; oleh karena itu sangatlah penting artinya untuk memilih Sulinggih Dwijati/ Pandita yang diminta untuk muput upacara ngaben.
Bila Putru tersebut tidak diucapkan atau salah diucapkan atau diucapkan oleh yang tidak berwenang, maka bisa menyesatkan Sang Atma sehingga terjadilah kematian-kematian yang tidak wajar tersebut.
Hukuman Mati, Salah Pati, Ngulah Pati

QUESTION:
Banyak berita-berita di media masa maupun elektronik menyajikan berita-berita kriminal dan sampai vonis mati. Yang ingin saya tanyakan adalah bagaimana sebenarnya pandangan agama Hindu terhadap hukuman mati, apakah ajaran Hindu membenarkan hukuman mati dan apakah ada sumber hukum Hindu yang mengatur semua itu?
Mengingat Hindu adalah menjunjung tinggi ajaran Ahimsa dan kasih sayang, apakah arwahnya nanti bisa reinkarnasi? Termasuk jenis kematian apa orang yang terkena hukuman mati tersebut apakah ulahpati atau salah pati?
ANSWER:
Hukuman mati tidak disebutkan secara tegas/ pasti dalam kitab-kitab hukum Hindu.
Dalam Manawa Dharmasastra Buku ke-XI (Atha Ekadaso dhyayah) bentuk-bentuk kesalahan/ kejahatan digolongkan pada upa-pataka (kesalahan/ kejahatan kecil) dan maha-pataka (kesalahan/ kejahatan besar). Kesalahan/ kejahatan itu harus “ditebus” dengan prayascita.
Yang dimaksud dengan prayascita adalah pensucian kembali roh/ atman, tidak hanya dengan upacara saja, tetapi juga dengan tapa-brata-yoga-samadhi, dan menjalani hukuman atas dasar kesadaran, dan pengakuan, serta terbukti sah telah berbuat kesalahan/ kejahatan.
Hanya pasal 74 yang sedikit mengkiaskan “hukuman mati” sebagai berikut:
LAKSYAM SASTRABHRITAM WA, SYADWIDUSAMISCHAYATMANAH, PRASYEDATMANAMAGNAN WA, SAMIDDHE TRIRAWAKSARAH
Artinya: Atau biarkan menurut kemauannya sendiri perlahan-lahan (suntik mati), menjadi sasaran panah (hukum tembak) dari para pemanah (eksekutor) yang mengetahui tujuan itu (yang bertugas) atau ia boleh terjun jungkir balik ke unggun api (kursi listrik?, kamar gas?)
Istilah: “salah pati” dan “ngulah pati” hanya ada dalam tradisi beragama Hindu di Bali. Oleh karena itu penetapannya tergantung dari kebijaksanaan dan anumana pramana Sulinggih yang “muput” upacara pitra yadnya itu.
Kalau pendapat saya pribadi, hukuman mati bagi seorang pemeluk Hindu-Bali, termasuk “ngulah pati”, karena dia sudah tahu sebelumnya bahwa perbuatannya jahat; jika kemudian terbukti bersalah akan mendapat sanksi hukuman mati dari Pengadilan.
Masalah roh/ atman dari orang yang dihukum mati, apakah akan amoring acintya (moksah) ataukah akan lahir kembali ke dunia (re-inkarnasi/ punarbhawa), tentunya kita tidak tahu karena masalah itu termasuk astaaiswarya “kehendak” Sanghyang Widhi yang Maha Kuasa.
Namun perlu diingat bahwa hukuman mati yang diputuskan oleh “manusia” karena dipandang “bersalah”, belum tentu dalam pertimbangan Sanghyang Widhi dia juga dianggap “bersalah”. Misalnya para korban kemelut politik, huru-hara, dll.
                                            Bhagawan dwija says:
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Om Swastyastu,
Salahpati artinya kematian yang salah. Dikatakan salah karena tidak mengikuti “proses” yang dalam Nibanda disebutkan hendaknya kematian manusia seperti kematian Panca Pandawa, yakni diawali oleh kematian Nakula-Sadewa (kaki), Bima (tenaga), Arjuna (suhu badan dan sinar mata), dan terakhir Dharmawangsa (Roh meninggalkan tubuh). Namun didalam kematian yang disengaja atau tak disengaja, urut-urutan kematian itu tidak terjadi, artinya langsung mati, misalnya mati karena kecelakaan.
Ada jenis mati yang juga tidak mengikuti proses seperti diatas, yakni mati bunuh diri. Ini disebut Ngulahpati. Ngulahpati artinya mencari mati dengan sengaja.
Baik salahpati maupun ngulahpati prosesi sebelum pitrayadnya didahului upacara ngulapin :1. Ditempat kejadian2. Di cangkem setra3. Di perempatan (catus-pata)Tujuannya :1. Mengingatkan roh bahwa “ia” sudah mati2. Mohon maaf/ampun kepada Dewa-Dewi karena terjadi kesalahan kematian seperti itu3. Berpamitan kepada Ida Bhatara di Kahyangan Tiga Desa Pakraman.
Om Santih, santih, santih, Om

 "Di kutip dari berbagai sumber"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar